Karakteristik peserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik

etnik/suku bangsa

Kultural =  kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat istiada

Status sosial = pekerjaan, kesehatan, kekayaan, kedudukan, dan penghasilan yang berbeda-beda

Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas.  Hurlock (1990: 114) ,minat merupakan suatu sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya

Sardiman, (2011: 76), minat sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.

Indikator minat meliputi: perasaan senang, ketertarikan peserta didik, perhatian dalam belajar, keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, manfaat dan fungsi mata pelajaran

Perkembangan Kognitif

kognitif yang dimiliki peserta didik akan mempengaruhi guru dalam memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi

Menurut Piaget perkembangan intelektual anak usia 

Taman Kanak-Kanak berada pada taraf pra operasional konkrit 

peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit

peserta didik Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan pada tahap operasional formal

Piaget dalam Masganti (2012: 83) secara lengkap dapat disajikan sebagai berikut: 

 0,0 - 2,0 tahun: Tahap Sensorimotorik 

 2,0 – 7,0 tahun: Tahap Preoperasional 

 7,0 – 11,0 tahun: Tahap Operasional kongkret 

 11,0 – 15,0 tahun: Tahap Operasional formal 

Kemampuan/pengetahuan awal

Kemampuan awal atau entry behavior menurut Ali (1984: 54) merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Cara untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan melalui teknik tes yaitu pre tes atau tes awal dan teknik non tes seperti wawancara

Gaya belajar

Masganti (2012: 49) didefinisikan sebagai cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut

DePorter dan Hemacki dalam Masganti (2012; 49) gaya belajar adalah kombinasi dari cara menyerap, mengatur dan mengolah informasi

gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan oleh peserta didik dalam menerima, mengatur, dan memproses informasi atau pesan dari komunikator/pemberi informasi

Gaya belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu visual, auditif, dan kinestetik

Connell (dalam Yaumi: 2013: 125) yaitu visual learners, auditory learners, dan kinesthetic learners.

VISUAL. dapat menggunakan media visual seperti: gambar, poster, diagram, handout, powerpoint, peta konsep, bagan, peta, film, video, multimedia, dan televisi. observasi/mengunjungi museum dan tempat-tempat peninggalan sejarah, membaca buku-buku yang berilustrasi visual, menggunakan warna untuk menandai hal-hal penting dari isi bacaan

auditori, yaitu mereka yang mempelajari sesuatu akan mudah dan sukses melalui pendengaran. auditori, yaitu mereka yang mempelajari sesuatu akan mudah dan sukses melalui pendengaran. memiliki kekuatan mendengar sangat baik, senang mendengar dan kemampuan lisan sangat hebat, senang berceritera, mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan, mengenal banyak lagu dan bahkan dapat menirukannya secara cepat dan lengkap. memiliki kekuatan mendengar sangat baik, senang mendengar dan kemampuan lisan sangat hebat, senang berceritera, mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan, mengenal banyak lagu dan bahkan dapat menirukannya secara cepat dan lengkap

proses pembelajaran

1) menggunakan media rekaman seperti kaset audio/CD audio pembelajaran, 

2) peserta didik diajak untuk berpartisipasi dalam diskusi, 

3) upayakan suasana belajar jauh dari kebisingan atau keributan, dan 

4) dapat menggunakan musik untuk mengajarkan suatu topik/materi pelajaran tertentu. 

kinestetik, adalah peserta didik yang melakukan aktivitas belajarnya secara fisik dengan cara bergerak, menyentuh/meraba, dan melakukan. senang bergerak/berpindah ketika belajar, mengoyang-goyangkan kaki, tangan, kepala, gemar/suka menulis dan mengerjakan sesuatu dengan tangannya, banyak menggunakan bahasa non verbal/bahasa tubuh, suka menyentuh sesuatu yang dijumpainya.

proses pembelajarannya 

1) dapat menggunakan objek nyata untuk belajar konsep baru

2) mengajak peserta didik untuk belajar mengeksplorasi lingkungan.

Motivasi 

Wlodkowski (dalam Suciati, 1994:41) yaitu suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut

Seseorang memiliki motivasi tinggi atau tidak dalam belajarnya dapat terlihat dari tiga hal: 

1) kualitas keterlibatannya, 

2) perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik, 

3) upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki

Perkembangan emosi

  Kartono dalam Sugihartono (2013: 20) mendefinisikan emosi sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang, dan jantung berdebar

Goleman, (dalam Sugihartono, 2013: 21) menyatakan bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang mampu “merekatkan” pelajaran dalam ingatan

Perkembangan sosial

Hurlock, (1998: 250) adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain

faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu keluarga, kematangan, teman sebaya, sekolah, dan status sosial ekonomi

Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan sikap sosial peserta didik menurut Masganti (2012: 124) antara lain a). melaksanakan pembelajaran kooperatif dan b) Pembelajaran kolaboratif.

Perkembangan Moral dan Spiritual

moralitas ini dijadikan sumber/acuan untuk menilai suatu tindakan atau perilaku karena moralitas memiliki kriteria nilai (value) yang berimplikasi pada takaran kualitatif, seperti: baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, wajar-tidak wajar, layak-tidak layak, dan sejenisnya.

Kohlberg (dalam Suyanto, 2006: 135), Sunardi dan Imam Sujadi (2016: 7-8) perkembangan moral anak/peserta didik dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu 

1) Tahap Preconventional (6 - 10 th) 

meliputi aspek obedience and paunisment orientatation orientasi anak/peserta didik masih pada konsekvensi fisik dari perbuatan benar-salahnya yaitu hukuman dan kepatuhan atau anak menilai baik – buruk berdasarkan akibat perbuatan; dan aspek naively egoistic orientation; orientasi anak/peserta didik pada instrumen relatif. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrumen memuaskan keinginannya sendiri. Kepedualiannya apakah mendatangkan keuntungan atau tidak atau anak menilai baik-buruk bendasarkan kontrak/imbal. jasa. Pada tahap pra konvensional peserta didik memiliki rasa takut akan akibat negatif dari perbuatannya

2) Tahap Conventional, (10 – 17 th)

meliputi aspek good boy orientation, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau disepakati oleh orang lain. Aspek authority and social order maintenance orientation; orientasi anak pada aturan dan hukum

tahap conventional peserta didik memiliki perasaan rasa bersalah bila berbeda derbeda dengan orang lain. 

3) Tahap post conventional (17 – 28 th)

contractual legalistic orientation, orientasi orang pada legalitas kontrak sosial. mulai peduli pada hak individu, dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat.

 tahap pasca konvensional yaitu tahap conscience or principle orientation, pada tahap ini orientasi orang adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal.

kecerdasan spiritual (spiritual intelegence). Kecerdasan spiritual ini bersifat individu dan perlu dikembangkan khususnya dalam proses pembelajaran. Kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshal (dalam Mustafa-Alif) meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan 72 adaftif, cenderung memandang sesuatu holistik, dan cenderung mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya

untuk mengembangkan sikap religius antara lain dengan: 

1) Metode keteladanan,

2) Metode pembiasaan,

Perkembangan Motorik

menurut Hurlock diartikan perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkordinasi.

menurut Santrock (2011: 242) dikelompokkkan menjadi motorik kasar dan motorik halus

Motorik kasar; gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri

Motorik halus: gerakan yang menggunakan otot halus, atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama